Total Pageviews

Wednesday, December 26, 2012

#5 Father

Papa saya,orang Jogja asli.
Mewarisi seluruh sifat khas orang jawa.
Santun,sederhana,penyayang,tidak banyak bicara.
Dan papa saya,adalah laki-laki yang paling saya banggakan di seluruh dunia.

-------------------------------------

Artikel ini,akan saya mulai dari kalimat ini:
Mama saya adalah perempuan paling beruntung karena menikah dengan laki-laki seperti papa...

Itu adalah kalimat pujian tertinggi yang masih bisa saya rangkai untuk mendeskripsikan papa saya.

Waktu kecil,pertama kali masuk SD...
Saya mendengar cerita kalau papa dulu selalu ranking satu.Dari SD,SMP,sampe akhirnya masuk ke sekolah asisten apoteker di Jogja.Papa adalah kebanggaan desanya.Papa nampaknya terlahir dengan IQ yang gilang gemilang 8 tahun setelah Indonesia merdeka,hidup di keluarga petani,papa pun turun ke sawah dan membantu orang tuanya menanam padi-padi hijau yang menjadi sumber nafkah.Papa hidup prihatin.Masa kecilnya tidak pernah terbayangkan oleh saya,sepatu saja tidak ada.Saat papa baru berusia setahun,orang tua papa bercerai,dan sampai sekarang papa tidak pernah bercerita bagaimana sakitnya menjadi anak hasil pernikahan orang tuanya yang retak. Ibunya papa menikah lagi dengan laki-laki yang sampai saya SMA saya kira adalah ayah kandung papa.Semakin beranjak besar,saya menemukan banyak kejutan dari masa lalu papa, termasuk kenyataan pahit yang selalu papa simpan dengan tegar,tidak pernah sekalipun ia bercerita tentang hal-hal menyangkut orang tuanya.Semua saya tahu dari mama.

Papa saya: seorang plegmatis.
Karena itulah,saat-saat papa marah adalah kejadian langka dan hampir tidak pernah terjadi seumur hidup tinggal bersama papa.Mungkin bisa dihitung dengan jari.Ketika papa marah,biasanya papa pergi dan tidak mengatakan apa pun.Tapi dari raut mukanya saja,saya dan adik bisa tidak bisa tidur saking merasa bersalahnya.Pernah sekali papa marah ketika saya dan adik terus menerus bertengkar di ruang TV (zaman SD dulu).Papa yang sedang nonton TV dengan mama,tiba-tiba berdiri,mematikan TV dan lampu,terus masuk dan membanting pintu.

Kejadian itu terus membekas di memori saya bahkan sampai detik saya menulis blog ini: bukan perasaan takut,tapi perasaan bersalah.Jika ada orang yang paling tidak ingin anda buat marah, itu adalah orang-orang tipe ini.Tenang,kalem,tidak pernah banyak bicara,sabar,...tapi jika sekali membuat dia marah...HHH,anda pasti akan menyesal.

Kembali lagi ke zaman saya SD
Saya yang terlahir dengan sifat sanguin-koleris akut tentunya "panas" setelah mengetahui kalau papa saya selalu juara kelas.Jadi sepanjang SD dan SMP, saya belajar keras dengan tujuan utama "mengalahkan papa",dan bukan yang lain.Jiwa anak kecil saya mengatakan,"wajh papaku keren bgt bisa ranking pertama terus...pasti papaku pinter bgt hhh." dan diam-diam mengidolakan papa.

Papaku yang kalem dan sabar.

Papa yang mencintai buku-buku.

Papa yang religius.

Ketika papa mengimami kami setiap salat berjamaah (yang sudah 8 tahun ini cuma saya alami sekali tiap tahun saat mudik),alunan surat alfatihah dan surat pendek papa benar-benar enak didengar.Tidak sampai selevel ma imam di mesjid-mejid besar,tapi sangat mirip.Panjang pendek dan hukum bacaannya jg sebagian besar benar. Papa tidak pernah memaksa mama ataupun saya memakai jilbab dan menutup aurat, tapi pada suatu hari, di umur saya yang masih sangat muda, 7 tahun, saya memutuskan sendiri memakai jilbab. Tidak lain saya sadari adalah karena aura di rumah kami yang benar-benar mempertahankan pentingnya arti keyakinan kepada Tuhan pada setiap pekerjaan dan kehidupan kami. Papa bukan islam fanatik, beliau sangat moderat dan tidak pernah mendoktrin mana yang benar mana yang salah.Buku-buku yang dimiliki papalah yang berbicara banyak.Allah sangat baik pada saya dan papa, karena sejak kecil saya sangat suka membaca.Buku papa yang berbau2 religi di rak rumah kami,entah tebal entah tipis, jika ada judul yang menarik pasti saya lahap.Bahkan Farmakope-pun pernah saya coba baca,walaupun diakhiri dengan kekecewan karena di dalamnya berisi rumus struktur molekul organik yang jauh di luar kemampuan otak saya.

Papa yang sederhana.

Papa yang memelihara sandal yang dia beli waktu pertama kali menikah dengan mama, dan masi dipakai kemana-mana sampai saya besar.

Papa yang tidak begitu suka difoto.

Papa yang puas dengan mobil kijang baru-nya yang dia beli 16 tahun yang lalu, dan masih jadi mobil keluarga kami sampai sekarang.

Papa yang (jika tidak dipaksa) tidak akan pernah punya hp.

Papa yang tidak pernah punya komputer pribadi di rumah sampai akhirnya adik saya beralih ke laptop dan komputernya "diwariskan" ke papa...

Papa,hari ini,saya begitu merindukannya.





No comments:

Post a Comment