Total Pageviews

Friday, January 17, 2014

Bulutangkis Indonesia: Menang itu dimulai dari "dalam",bukan sebaliknya

Ketika para pemain bulutangkis Indonesia melangkah di pentas kompetisi internasional, dengan lawan yang peringkat di atas kertas jauh lbh unggul, apakah yang ada di pikiran mereka?

"Aku pasti menang."
atau
"Aku akan berjuang."
atau
"Ya udahlah menang kalah itu kan biasa.."
atau??

Kalo kata Bapak Icuk Sugiarto, mantan juara dunia dari tunggal putera, pemain kita di generasi sekarang bukan lemah, dan tentunya bukan itu alasan mengapa prestasi Indonesia di bulutangkis seperti lari di tempat.
Letaknya di sini, di dalam "hati". Para pemain kita, siapa sih yang meragukan skill atau pengalaman mereka? Pelatihnya saja mantan-mantan legenda di dunia bulutangkis...tapi sayangnya, mungkin hanya sedikit dari mereka yg mewarisi teknik permainan ini dengan sepenuh hati. Hmm...maybe they can play badminton, but they didnt really love it to the core...

Well, itu risiko. Itu adalah dampak psikologi paling umum. Ketika seseorang sudah menjadi ahli di suatu bidang, maka generasi penerusnya akan "terbuai" oleh kebesaran masa lalu. Yang ada bukan "semangat" utk berkembang, tapi "beban". Pada akhirnya, para pemain muda kita (yang saya paling takutkan), mereka tidak tahan menerima kekalahan, mereka hanya dilatih untuk bermain bagus, bermain cantik, tapi mereka tidak diajarkan untuk kalah, bagaimana mengatasi ketertinggalan angka, dan lebih penting lagi, bagaimana bangkit dari ketertinggalan tersebut.

Melihat permainan para pemain kita, jika dia sudah sering juara, lambat laun mentalnya akan "terangkat". Semuanya berasal dari pengalaman. Tapi bahkan seorang juara pun sebelumnya harus merangkak dari nol, merasakan pahit getirnya persaingan dengan negara adidaya bulutangkis seperti China. Indonesia, di era kejayaannya, tidak dipersiapkan untuk menghadapi fenomena ini...Well, mungkin ini adalah bagian mental bangsa kita, yang selalu pasrah dan nerimo. Duh, masalahnya di dalam dunia olahraga, mental kaya gini itu racun bgt. Sama aja kaya kita uda kalah sebelum kalah. Ketika pertandingan masih setengah jalan dan kita tertinggal, yang ada para pemain kita lebih melihat ke arah "kalah" dibandingkan ke "menang"nya. Akhirnya uda bisa ditebak. Boro2 ngejar angka, yang ada malah dipermalukan.

Gimana ya, saya kangen sama pemain bulutangkis Indonesia yg memiliki mental pemenang.
Negara kita butuh orang2 yg ulet, yg ga mau kalah sampai detik terakhir, yg mau berjuang mati-matian (dalam arti sebenarnya) kalau uda di dalam lapangan.

Lapangan, sama aja kaya medan tempur kalo bagi para atlet.

Ketika kita kalah, sebenarnya itu adalah hal paling tabu. Untuk negara sebesar Indonesia, seharusnya atlet2 kita berpegang teguh dengan kalimat "winning is not EVERYTHING, winning is the ONLY THING."

Ayo Pak Gita Wirjawan dan para pengurus PBSI yang terhormat, kalo emang beneran NIAT mengembalikan kejayaan Indonesia, mau gak mau harus diambil langkah ekstrem. Saatnya melihat kembali ke "dalam" diri pemain, bukan hanya penampakan di "luar". Karena sebuah kedigdayaan hanya bisa dikalahkan dengan kegigihan dan ketenangan hati :)