Saturday, December 14, 2013

When our "life" are abruptly taken away (in Jakarta traffic jam) part 1

Saya bukanlah asli warga Jakarta, saya cuma pendatang. Baru sekitar 5 bulan sy menjadi bagian dr Ibukota. Sy juga belum familiar dgn jalan2nya, cuma...

hanya satu yg telah begitu akrab dan mencuri perhatian saya: KEMACETAN.

Kemaren sy memutuskan bepergian dgn TransJakarta (well,sy memang benar2 mengandalkan transportasi ini krn sy g punya kendaraan pribadi) dr daerah Jl.Gatsu ke arah S.Parman. Hujan deras luar biasa pas siangnya, membuat suasana agak sendu2 menghanyutkan, apalagi ditambah lautan mobil yg ga bergerak sama sekali. Jalur busway kami kosong melompong, tidak ada bus satupun. Nampak beberapa pengendara yg luar biasa susah diatur menggeloyor di jalur busway yg bukan haknya. Santai, tanpa ekspresi. Tidak ada jejak dari para penertib lalu lintas memang...bingung kl uda begini, mereka2 (para pelanggar hak publik) itu dibilang pemberani iya tp pengecut jg iya.

Balik lagi ke topik.

Sy mungkin baru kali ini berada dlm kondisi yg tidak mengenakkan, harus bepergian di saat jam pulang kantor plus sehabis hujan pula...sy tidak menyalahkan siapa2, alam apalagi. sy dan penumpang lainnya yg berjejalan di dalam bus tanpa pandang bulu, harus meringkuk sekitar 1.5 jam tanpa dapat tempat duduk, dimana seharusnya perjalanan itu harusnya bisa ditempuh hanya dlm waktu 30 min saja (kl dlm situasi normal). Satu2nya yg memberi harapan dr TJ adalah ACnya yg masi berfungsi baik, seengganya berjubel pun tak apa asal ga sampai sesak nafas krn kurang oksigen...tp selain itu, angkutan TJ yg menjadi satu2nya angkutan umum terintegrasi di Ibukota saat ini tidak menawarkan hal lain. Bus kami merana di jalur yg dikorup  oleh pengendara jalan lainnya, bergerak maju cuma satu dua meter lalu berhenti. Melihat jalur biasa malah tambah sedih lg. Ga bergerak sama sekali. IRONISnya lagi, jalur tol dalam kota yg sejajar dgn kami juga hebatnya macet total. Luar biasa kota ini, sy membatin.

Lalu lintas Jakarta ini sakit, sakit parah. Kalo macet itu kanker, stadiumnya uda 4. Dan anehnya, yg membuat sy geleng2 dlm hati adalah fungsi tol dalam kota yg seharusnya membantu mengurangi tingkat kemacetan, sekarang di hadapan sy tak ubahnya sistem yg lumpuh kaki tangannya. Warga suruh bayar mahal buat tol, tp akhirnya seperti kena tipu. Karena yg bikin titik2 kemacetan di kota ini adalah gerbang2 tol itu sendiri sebenarnya. Banyaknya penerobos jalur TJ ternyata jg mereka yg mau masuk dan baru keluar tol. Inilah keanehan yg melanda kota ini.

Siapa sih dulu nyaranin bangun jalan tol dalam kota?

Sumber:http://id.citramarga.com/operasional/jalan-tol-lingkar-dalam-kota-jakarta/
Setelah sedikit meneelusuri lewat mbah wiki, ternyata jalur tol dalam kota itu cuma ada tiga bagian sampai saat ini:
  • Cawang-Tomang-Pluit Toll Road
  • Harbor Toll Road
  • Ir. Wiyoto Wiyono Toll Road
Dan biaya tolnya pun dimulai dari Rp 6500, alias dalam kata lain ni jalan ga akan mungkin ditujukan tuk seluruh rakyat...The one who pays only...alias kalangan mereka yang punya mobil (yang punya motor lewaat) dan mampu membayar (sy yg g punya kendaraan pribadi jelas uda g masuk hitungan sejak awal...)

Sedihnya, mereka yg termasuk dalam kalangan ini tu siapa? Berapa persen dr warga Ibukota coba?

Hahaha, sy bukan org Jakarta. Dan tulisan ini pun sy buat dr kacamata sy sbg org yg baru berinteraksi dgn Jakarta beberapa bulan. Jadi sy cuma ingin menyampaikan kejanggalan yg sy amati di lapangan: "Mengapa dr dulu Jakarta tidak pernah terpikir utk langsung sj membangun jalur kereta dlm kota yg mumpuni, dibandingkan jln tol? Mengapa tidak pernah terpikir kalau tol dalam kota ini hanyalah suatu opsi yg berpikiran sempit dan egois?Mengapa dananya tidak dialokasikan sj utk membangun sistem transportasi massal yg bisa diakses oleh semua kalangan? Mengapa tidak dari dulu MRT dan monorel itu dicetuskan?Dan mengapa busway?Mengapa TJ?Dengan lahan jalan jakarta yg sudah sempit,mengapa harus lbh dipersempit lg dgn jalur TJ?Ketika disuruh beralih dr kendaraan pribadi ke transportasi umum seperti TJ, apa yg bisa TJ tawarkan?Apa keuntungan yg bisa diambil dr TJ?"

Jawabannya GA ADA. TJ jelas g bisa jd andalan n jaminan buat mereka utk meninggalkn kendaraan pribadi. Lagi2, kita semua berputar di tempat. Dan salah siapa? Well, itu bukan tujuan sy utk menyalahkan siapapun, sy cuma mu menunjukkan, kl masalah kemacetan di Ibukota itu sebenarnya bkn krn pemerintah kita tidak berbuat apa2, tetapi karena mereka berbuat tapi salah alamat. Yang sakitnya di paru-paru, tapi yang diobatinya mata. Yang akutnya di lambung tapi dioperasinya di bahu. Dan segala bentuk kemacetan ini sebenarnya bukan karena salah rakyat yg tiap tahun selalu beli kendaraan baru, tp karena memang kebijakannya tidak pernah berpikir utk membangun suatu sistem  lalu lintas dan transportasi masal yg jangka panjang, yg spenuh hati. Semuanya dijalankan tanpa pertimbangan matang, asal diliat rakyat ada hasil kerjanya saja, asal bisa dipilih lagi tahun berikutnya...

Sy baru baca tuh artikel ttg pembangunan 6 ruas jalan tol dalam kota yg (akhirnya) disetujui Pak Jokowi setelah tadinya beliau bersikeras untuk membatalkannya. Bayangkan, 42 M habis (lagi-lagi) cuma buat kalangan berduit. Lagi-lagi, alasannya karena rencana ini sudah disetujui oleh Wapres, mantan gubernur yg lama, plus plus rentetan alasan yg terus terang buat sy makin sedih. Lha, sy aja yg rakyat biasa aja tau kok kalau kebijakan itu g akan nguntungin sy, warga kecil yg kendaraan aja g ada...Untungnya setelah baca satu artikel yg ngejelasin bahwa tol ini nantinya akan dilalui TJ n angkutan umum lainnya, sy baru bisa sedikit bernafas. Ampun deh bapak2 pejabat di atas sana, segitu ga pekanyakah Anda dgn permintaan kami yg sederhana..kmi cuma mau bisa keliling Ibukota dgn nyaman, tanpa macet, tanpa banyak ngehirup CO2...

Inilah akibatnya.

Kalau kata Wagub Jakarta sekarang, pemerintah yg dulu itu cuma ngasi obat aja terus menerus, tapi g pernah mengoperasi di titik masalahnya.Sy dari sononya memang bukan pakar perkotaan, tp mau ga mau sy setuju dgn kebijakan pemprov Jakarta yg baru: Monorel dan MRT.

Karena memang itulah yang rakyat Jakarta butuhkan. Suatu alternatif transportasi massal baru, mencakup seluruh kalangan, bersih, sama sekali ga mengganggu jalan yg sudah ada, dan dapat mengalihkan penggunaan kendaraan pribadi yg sudah overloaded ga karuan.

Trust me it works to heal this cancer.

Di London, jaringan kereta bawah tanah aja uda ada sejak 1863. Kita baru mulai 2013.

Well, ya udalah daripada ga bangun sama sekali...

Sampai beberapa bulan lalu, sy masi menghabiskan sebagian besar waktu sy di subway yg menghubungkan hampir setiap sudut kota Seoul. Korea merdeka hanya 2 hari sebelum Indonesia. Dan tebak, Seoul sebagai ibukotanya mempunya jaringan kereta bawah tanah terpanjang di dunia. Padahal mereka baru memulai pembangunan jalur kereta dalam kota di tahun 1970.

Sumber: http://www.jacebear.com/wp-content/uploads/2012/11/Seoul_Subway_Map.jpg
Well, how I adore this map so much :-*

Dan selama 2 tahun sy berkesempatan menjadi bagian dari warga kota Seoul, sy merasakan betapa nyamannya sebuah transportasi massal yg terintegrasi, modern, dan menjangkau semua sudut kota. G ada istilah macet. The big question is: "Kapan giliran kita?"

Bersambung di part 2

No comments:

Post a Comment